Selasa, 03 November 2015

Doa Ku Dispertiga Malam

Ini adalah sebuah tulisan kisah nyata dari pengalaman sahabat saya baru-baru ini dan namanya sengaja saya samarkan. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi dan menjadikan pelajaran bagi kita semua.
Hitam putih kehidupan sudah ku rasakan selama 30 tahun sejak aku lahir. Dari mulai menegak miras hingga aktif menjadi pemuda masjid. Labil, itulah jiwa muda ku yg terkadang khusu’ disebuah masjid, dan terkadang menjadi jagoan di atas panggung membawakan musik keras. Namun ada satu hal yang berbeda, aku adalah orang yang terkadang mengunjungi masjid disepertiga malam terakhir untuk share kehidupan ku, dosa ku, dan impian ku kepada Allah. Hingga akhirnya aku pun belajar apa itu “Cinta”.
Aku sudah mengembara dari satu cinta ke cinta yang lain. Namun sampailah aku mengalami titik jenuh dan aku pun putuskan dalam hati, “Ini pacar terakhir dan akan ku nikahi wanita ini”. Awal kisah ketika aku melihat seorang wanita yang membuat ku tergila-gila padanya. Sebut saja Veve, dia adalah adik kelas ku di kampus, namun umurnya lebih tua dari ku. Saking tergila-gilanya, aku sering mendownload fotonya di facebook hingga mencari kepribadian dan kabar terkini tentangnya. Di dalam iktikaf ku selalu ada doa untuknya, “ya Allah, dekatkanlah kami. aku akan membuatnya bahagia dan menikahinya” air mata menetes dini hari kala itu.
Ternyata doa itu dikabulkan oleh Allah beberapa hari menjelang wisuda. Walau harus menanggalkan cita-cita ku saat itu bekerja di luar negeri, tak jadi masalah karena aku lebih memilih Veve untuk masa depan ku. Aku memang sudah tandatangan kontrak dengan sebuah perusahaan production di Malaysia, namun aku akhirnya membatalkan kontrak tersebut karena aku lebih memilih membantu Veve menyelesaikan skripsinya. Ya, aku mengerjakan skripsi Veve dan disitulah kami dekat dan akhirnya kami menjalin hubungan.
Singkat cerita, hubungan kami semakin dekat. Susah senang kami lewati bersama, dan Kami sama-sama belajar memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik lagi hingga akhirnya kami sepakat dan berjanji untuk menikah. Menikah jika belum bekerja tentu sangat beresiko, dan kami pun rasakan sulitnya mencari kerja di Indonesia ini. Dari kota ke kota kami datangi untuk mengejar impian kami. Aku bercita-cita bekerja di perusahaan property dan Veve bekerja di Bank. Aku akhirnya mendapatkan pekerjaan di Bandung untuk perusahaan kecantikan, dan Veve belum mendapatkan pekerjaan. Untuk memotivasi Veve yang mulai depresi, aku berjanji pada Veve, jika dia diterima kerja di Bandung maka rekening gaji ku akan ku berikan kepadanya. Selain itu aku kembali berdoa agar Veve dapat bekerja di Bank sesuai cita-citanya, dan air mata ku kembali menetes di dalam doa itu.
Tak sangka Veve akhirnya diterima di sebuah Bank BUMN di Bandung. Namun setelah masuk dunia kerja di perusahaan besar, Veve pun merasa dawn. Hampir setiap hari air mata Veve mengalir di pundak ku karena suasana kerja yang memang keras. Melihatnya menangis, hati ku kembali bertekad “kamu harus buat dia bahagia”. Akhirnya aku berusaha memberi motivasi untuk Veve, dari mulai shoping, kuliner, jalan-jalan, memberi nasehat seadanya, memijatnya ketika dia cape, dan apa yang Veve minta sebisa mungkin aku tepati apapun keadaanya, yang penting Veve bisa senang dan agar kuat menghadapi hari-hari kerjanya. Seiring berjalannya waktu, Veve mulai bangkit dan terbiasa. Gaji ku saat itu jauh di bawah gaji Veve. Tapi tekad untuk membuatnya bahagia sudah tertancap dalam hati ku hingga akhirnya cita-cita ku terkabul, yaitu bekerja di sebuah property hotel di Bandung yang gajinya lumayan besar.
Akhirnya kami bisa menabung untuk masa depan, bisa tamasya ke luar kota berdua, dan lain-lain. Walaupun aku harus bekerja extra di malam hari ketika dia tidur, aku masih di depan komputer menggores gambar untuk usaha kecil ku. Bagi ku tak jadi masalah, karena inilah usaha ku untuk menjadi suami yang baik. Terkadang aku berbohong ketika Veve bertanya pada ku ada uang atau tidak?. Dan aku sering mengatakan ada, walaupun sebenarnya tidak ada. Ini ku lakukan agar dia mendapat jatah lebih banyak dari ku, cukuplah aku makan dengan nasi uduk seadanya dan air putih, asalkan Veve tetap bahagia. Aku ikhlas melakukan ini semua untuk membuatnya bahagia dan nyaman bersama ku. Hubungan kami pun sudah sangat jauh, Ibu dan ayah ku sudah menganggap Veve sebagai anaknya sendiri.
Setelah dua tahun kami saling menyanyangi dan tidak ada masalah apa-apa, tiba-tiba dia berubah. Akhir Agustus ia kembali suka nongkrong dan bahkan tidak mau bertemu dengan ku lagi. Mirisnya lagi ketika aku menjelaskan kalau aku telah diberhentikan dari perusahaan, dia tak bergeming sedikitpun, dan bahkan untuk sekedar menemui ku. Karena aku terus mendesaknya, akhirnya kami bertemu dan Veve berkata jujur jika dia telah memiliki cinta yang baru dengan pria lain. Hancur perasaan ku ketika wanita yang paling ku cintai dengan tulus, tega melakukan ini di saat dimana aku kehilangan pekerjaan ku, bahkan dia enggan mengenal ku lagi.
Air mata ini akhirnya kembali tumpah luar biasa di hadapan Allah. Dan akhirnya aku sadar, ternyata Allah sangat menyayangi ku, karena memang aku sering lupa kepada Allah saat bersama Veve. Dan aku lebih sibuk membuatnya bahagia dari pada mengunjungi Allah yang memberikan cintaNya untuk ku. Dan Allah mengembalikan ku kejalan taqwa yang sesungguhnya. Luka yang terasa dalam di hati ini menjadi pengingat bahwa Allah adalah segala-galanya.
Maka ingatlah, bahwa perjuangan keras kita tak ada artinya untuk seorang manusia. Namun tetapi, perjuangan keras karena Allah akan membuat kita mendapat lebih dari apa yang kita perjuangkan. Kini aku tidak akan dendam atau marah terhadap Veve, dan aku pun belajar untuk iklas dan tetap berdoa untuknya di sepertiga malam terakhir. Semoga Allah memberikan ku pekerjaan yang lebih baik dan mendekatkan kami lagi di sebuah kondisi dimana kami istiqomah di jalan taqwa dan kami akan bersama duduk di sepertiga malam terakhir untuk anak kami nanti. Itulah cita-cita ku di sepertiga malam terakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar